Selasa, 30 Januari 2018

#002 Panggilan Jiwa

Tan samar pamoring sukma
Sinukmaya winahya ing asepi
Sinimpen telenging kalbu
Pambukaning warana
Tarlen sakin liyep alaping ngaluyup
Pindha pesating supeno, sumusup ing rasa jati


Saat SMA, bapak memintaku memilih kedokteran, namun itu bukan minatku, akhirnya nekat memilih yang lain, jadilah aku mahasiswa ITB jurusan Informatika. Dia marah, mungkin karena bingung apa itu informatika? tetapi itu hanya setahun, setelah itu, jadi biasa saja. Mungkin beliau kecewa, karena tidak tahu, apa itu informatika, maklum waktu SMA, kita hidup di kampung kecil di Bali. Saat itu, TV saja jarang, apalagi komputer. Namun profesi dokter sangat dikenal dan terhormat, itulah yang menjadi harapan beliau terhadap anaknya.

Beberapa tahun kemudian, ketika anak pertamaku ingin pindah jurusan dari SMA IPA ke IPS, aku jadi teringat cerita lama tentang pilih jurusan.

Responku saat itu hanya berusaha menunjukkan penghargaan dan kasih sayang, tanpa berani memaksakan pemikiran, karena kusadar anakku punya alam pikiran sendiri. Aku berkewajiban memberikan rumah bagi raga, namun tidak bisa mengungkung jiwanya. Anakku bukan milikku, dia putri titipan Hyang Widhi, yang rindu dengan panggilan jiwanya sendiri.

Setelah tamat SMA, akhirnya dia melanjutkan kuliah di jurusan yang dia pilih, FE UI Manajemen, semoga dia makin dekat dengan panggilan jiwanya.

Dan ketika anak kedua ku ragu, apakah pilih kedokteran gigi atau fakultas seni rupa desain, aku menyarankan untuk memilih sesuai bakat, minat dan panggilan jiwa, bukan memilih karena satu profesi lebih 'menjanjikan' dari yang lain. Hasilnya, walau sudah diterima di kedokteran gigi, dia akhirnya memilih kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, sesuai dengan minatnya sejak SD, yaitu menggambar aneka macam hal yang terlintas di benaknya.

---

Tubuh kita terdiri dari 3 bagian, raga, pikiran dan jiwa, di Hindu ada istilah bhur, bhwah swah, kalau nggak salah di agama lain disebut jasmani, ruhani dan nur illahi. Artinya tubuh kita terdiri dari komponen tangible (nyata) dan yang intangible (tidak nyata) yakni pikiran dan jiwa. Tan samar pamoring sukma, bisa diartikan dua hal, yang pertama bahwa jiwa memiliki kedudukan lebih tinggi dari raga, kualitas manusia ditentukan oleh komponen intangible nya. Sedangkan arti 'pamor' yang kedua bisa diartikan bercampur nya pikiran dan jiwa.

Saat ini, aku ingin mengupas arti baris itu sebagai kemampuan untuk dengan jelas memisahkan mana buah pikiran dan yang mana merupakan panggilan jiwa. Terkadang nurani kita mengetahui yang dilakukan adalah perbuatan menyimpang dari kebenaran, namun sering dilabrak, karena  'pembenaran' dari pikiran. Dari pikiran ada ketakutan, apakah seniman adalah profesi yang bisa menjamin kehidupan, bukankah dokter gigi lebih pasti?

Dulu hobiku elektronika, karena itu memilih jurusan informatika. Anak pertamaku hobinya nulis, karena itu dia merasa nyaman dengan ilmu-ilmu manajemen dan komunikasi, dan sekarang memilih jadi penulis di majalah kampusnya. Anak kedua hobinya menggambar, dia betah dikamar berjam-jam hanya untuk menggambar. Dia tinggalkan kedokteran gigi, untuk kuliah seni dan desain.

Lalu bagaimana kita mampu memisahkan yang mana olah pikiran dengan panggilan jiwa? Jawabannya di baris kedua, sinukmaya winahya ingasepi. Banyak yang mengimplementasi baris ini melalui tapa brata yoga samadi dengan menyepi di suatu tempat, namun di jaman now, itu adalah suatu kemewahan yang sulit direalisasi. Alternatifnya, bisa dengan cara, mengenali pekerjaan apa yang kamu kerjakan dengan mudah, sementara orang lain susah? Pekerjaan apa yang ingin kamu selesaikan walau sampai tengah malam, walau tanpa kejelasan imbal hasilnya, walau tanpa mendapatkan tempik sorak orang lain? Pekerjaan apa yang rela engkau lakukan terus menerus dengan ikhlas tanpa pamrih ? (sepi ing pamrih, rame ing gawe - makarya tan akarya*).

Jika engkau telah menemukan jawabannya, maka kemungkinan besar, itulah panggilan jiwamu. Simpanlah keyakinan itu di hati yang paling dalam (sinimpen telenging kalbu). Gunakan dia sebagai kompas ketika harus mengambil keputusan, ketika harus memiliih jalan yang bercabang. Keteguhan memenuhi panggilan jiwa, akan membuatmu terasah di jalan yang kau pilih, sehingga akan membuka 'tabir' pengetahuan dan pemahaman (pambukaning warana). Tabir itu akan terbuka melalui kerja keras, bahkan sampai dalam keadaan goyah keyakinan (tarlen saking liyep layaping ngaluyup). Di saat engkau goyah, semoga Hyang Widhi berkenan mengirimkan ilham yang muncul laksana mimpi (pindha pesating supena). Kebenaran sejati akan menyusup ke dalam kalbu (sumusup ing rasa jati), sehingga keraguanmu sirna, dan engkau  kembali 'percaya'  dengan panggilan jiwamu.

Apakah tembang pangkur Serat Wedhatama di atas, hanya sastra gending tanpa makna?
Apakah ada yang pernah menyerap dan merasakan manfaatnya ?

Ya. Aku telah mengalami dan merasakan kebenarannya.


Catatan
*) kakyang = kakek
    makarya tan akarya = bekerja tanpa melekat terhadap hasil dari pekerjaan itu


Referensi
http://kanktono.blogspot.co.id/2009/10/terjemahan-serat-wedhatama-pangkur-13.html







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#030 Bhagawad Gita 18

KESEMPURNAAN PELEPASAN IKATAN Arjuna berkata: O Yang berlengan perkasa, hamba ingin mengerti tujuan pelepasan ikatan [tyāga] dan tingkata...