Jumat, 29 Juni 2018

#013 Bhagawad Gita 01

MEDAN PERANG KURU KSETRA

Dhṛtarāṣṭra berkata: Wahai Sanjaya, sesudah Putera-puteraku dan putera Pāṇḍu berkumpul di tempat suci Kuruksetra dengan keinginan untuk bertempur, apa yang dilakukan oleh mereka?

Sañjaya berkata: Wahai Baginda Raja, sesudah meninjau tentara yang telah disusun dalam barisan-barisan oleh para putera Pāṇḍu, Raja Duryodhana mendekati gurunya dan berkata sebagai berikut.

Wahai Guruku, lihatlah tentara-tentara besar para putera Pandu, yang disusun dengan ahli sekali oleh putera Drupada, murid anda yang cerdas.

Di sini dalam tentara ini ada banyak pahlawan pemanah yang sehebat Bhima dan Arjuna dalam pertempuran: kesatria-kesatria yang hebat seperti Yuyudhana, Virata dan Drupada.

Ada juga kesatria-kesatria yang hebat, perkasa dan memiliki sifat kepahlawanan seperti Dhrstaketu, Cekitana, Kasirāja, Purujit, Kuntī bhoja dan saibya.

Tetapi perkenankanlah saya menyampaikan keterangan kepada anda tentang komandan-komandan yang mempunyai kwalifikasi luar biasa untuk memimpin bala tentara saya, wahai brahmaṇā yang paling baik.

Ada tokoh-tokoh seperti Prabhu sendiri, Bhīṣma, Karṇa, Krpa, Asvatthama, Vikarna dan putera Somadatta bernama Bhurisrava, yang selalu menang dalam perang.

Ada banyak pahlawan lain yang bersedia mengorbankan nyawanya demi kepentingan saya. Semuanya dilengkapi dengan pelbagai jenis senjata, dan berpengalaman di bidang ilmu militer.

Kekuatan kita tidak dapat diukur, dan kita dilindungi secara sempurna oleh kakek Bhīṣma, sedangkan para Pandava, yang dilindungi dengan teliti oleh Bhima, hanya mempunyai kekuatan yang terbatas.

Sekarang anda semua harus memberi dukungan sepenuhnya kepada Kakek Bhīṣma, sambil berdiri di ujung-ujung strategis masing-masing di gerbang-gerbang barisan tentara.

Kemudian Bhīṣma, leluhur agung dinasti Kuru yang gagah berani, kakek para kesatria, meniup kerangnya dengan keras sekali bagaikan suara singa sehingga Duryodhana merasa riang.

Sesudah itu, kerang-kerang, gendang-gendang, bedug, dan berbagai jenis terompet semuanya dibunyikan seketika, sehingga paduan suaranya menggemparkan.

Di pihak lawan, Sri Krishna bersama Arjuna yang mengendarai kereta megah yang ditarik oleh kuda-kuda berwarna putih juga membunyikan kerang-kerang rohani mereka.

Kemudian Sri Krishna meniup kerang-Nya yang bernama Pancajanya; Arjuna meniup kerangnya bernama Devadatta; dan Bhima, pelahap dan pelaksana tugas-tugas yang berat sekali, meniup kerangnya yang mengerikan bernama Paundra.

Rājā Yudhisthira, putera Kuntī, meniup kerangnya yang bernama Anantavijaya, Nakula dan Sahadeva meniup kerangnya bernama Sughosa dan Manipuspaka. Pemanah yang perkasa raja Kasi, ksatria hebat yang bernama Sikandi, Dhrstadyumna, Virata dan Satyaki yang tidak pernah dikalahkan, Drupada, para putera Draupadi, dan lain-lain, seperti putera Subhadra, yang berlengan perkasa, semua meniup kerang-kerangnya masing-masing; wahai Baginda Raja.

Berbagai jenis kerang tersebut ditiup hingga menggemparkan. Suara kerang-kerang bergema baik di langit maupun di bumi, hingga mematahkan hati para putera Dhṛtarāṣṭra.

Pada waktu itu, Arjuna, putera Pandu, yang sedang duduk di atas kereta, yang benderanya berlambang Hanuman, mengangkat busurnya dan bersiap-siap untuk melepaskan anak panahnya. Wahai Paduka Raja, sesudah memandang Putera-putera Dhṛtarāṣṭra, lalu Arjuna berkata kepada Hrsikesa (Krishna) sebagai berikut:

Arjuna berkata: Wahai Krishna yang tidak pernah gagal, mohon membawa kereta saya ke tengah-tengah antara kedua tentara agar saya dapat melihat siapa yang ingin bertempur di sini dan siapa yang harus saya hadapi dalam usaha perang yang besar ini.

Perkenankanlah saya melihat mereka yang datang ke sini untuk bertempur karena keinginan mereka untuk menyenangkan hati putera Dhṛtarāṣṭra yang berpikiran jahat.

Sañjaya berkata: wahai putera keluarga Bhārata, setelah disapa oleh Arjuna, Sri Krishna membawa kereta yang bagus itu ke tengah-tengah antara tentara-tentara kedua belah pihak.

Di hadapan Bhīṣma, Drona dan semua pemimpin dunia lainnya, Sri Krishna bersabda, wahai Pārtha, lihatlah para Kuru yang sudah berkumpul di sini.

Di sana di tengah-tengah tentara-tentara kedua belah pihak Arjuna dapat melihat para ayah, kakek, guru, paman dari keluarga ibu, saudara, putera, cucu, kawan, mertua dan orang-orang yang mengharapkan kesejahteraannya semua hadir di sana.

Ketika Arjuna, putera Kuntī, melihat berbagai kawan dan sanak keluarga ini, hatinya tergugah rasa kasih sayang dan dia berkata sebagai berikut.

Arjuna berkata: Krishna yang baik hati, setelah melihat kawan-kawan dan sanak keluarga di hadapan saya dengan semangat untuk bertempur seperti itu, saya merasa anggota badan-badan saya gemetar dan mulut saya terasa kering.

Seluruh badan saya gemetar, dan bulu roma berdiri. Busur Gandeva terlepas dari tangan saya, dan kulit saya terasa terbakar.

Saya tidak tahan lagi berdiri di sini. Saya lupa akan diri, dan pikiran saya kacau. O Krishna, saya hanya dapat melihat sebab-sebab malapetaka saja, wahai pembunuh raksasa bernama Kesi.

Saya tidak dapat melihat bagaimana hal-hal yang baik dapat diperoleh kalau saya membunuh sanak keluarga sendiri dalam perang ini. Krishna yang baik hati, saya juga tidak dapat menginginkan kejayaan, kerajaan, maupun kebahagiaan sebagai akibat perbuatan seperti itu.

O Govinda, barangkali kita menginginkan kerajaan, kebahagiaan, ataupun kehidupan untuk orang tertentu, tetapi apa gunanya kerajaan, kebahagiaan ataupun kehidupan bagi kita kalau mereka sekarang tersusun pada medan perang ini? O Madhusūdana, apabila para guru, ayah, putera, kakek, paman dari keluarga ibu, mertua, cucu, ipar dan semua sanak keluarga bersedia mengorbankan nyawa dan harta bendanya dan sekarang berdiri di hadapan saya, mengapa saya harus berhasrat membunuh mereka, meskipun kalau saya tidak membunuh mereka, mungkin mereka akan membunuh saya? Wahai Pemelihara semua makhluk hidup, jangankan untuk bumi ini, untuk imbalan seluruh tiga dunia ini pun saya tidak bersedia bertempur melawan mereka. Kesenangan apa yang akan kita peroleh kalau kita membunuh para putera Dhṛtarāṣṭra ?

Kita akan dikuasai oleh dosa kalau kita membunuh penyerang seperti itu. Karena itu, tidak pantas kalau kita membunuh para putera Dhṛtarāṣṭra dan kawan-kawan kita. O Krishna, suami Dewi Keberuntungan, apa untungnya bagi kita, dan bagaimana mungkin kita berbahagia dengan membunuh sanak keluarga kita sendiri?

O Janārdana, walaupun orang ini yang sudah dikuasai oleh kelobaan tidak melihat kesalahan dalam membunuh keluarga sendiri atau bertengkar dengan kawan-kawan, mengapa kita yang dapat melihat bahwa membinasakan satu keluarga adalah kejahatan harus melakukan perbuatan berdosa seperti itu?

Dengan hancurnya sebuah dinasti, seluruh tradisi keluarga yang kekal dihancurkan, dan dengan demikian sisa keluarga akan terlibat dalam kebiasaan yang bertentangan dengan dharma.

O Krishna, apabila hal-hal yang bertentangan dengan dharma merajalela dalam keluarga, kaum wanita dalam keluarga ternoda, dan dengan merosotnya kaum wanita, lahirlah keturunan yang tidak diinginkan, wahai putera keluarga Vṛṣṇi.

Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak diinginkan tentu saja menyebabkan keadaan seperti di neraka baik bagi keluarga maupun mereka yang membinasakan tradisi keluarga. Leluhur keluarga-keluarga yang sudah merosot seperti itu jatuh, sebab upacara-upacara untuk mempersembahkan makanan dan air kepada leluhur terhenti sama sekali.

Akibat perbuatan jahat para penghancur tradisi keluarga yang menyebabkan lahirnya anak-anak yang tidak diinginkan, segala jenis program masyarakat dan kegiatan demi kesejahteraan keluarga akan binasa.

O Krishna, pemelihara rakyat, saya sudah mendengar menurut garis perguruan bahwa orang yang membinasakan tradisi tradisi keluarga selalu tinggal di neraka.

Aduh, alangkah anehnya bahwa kita sedang bersiap-siap untuk melakukan kegiatan yang sangat berdosa. Didorong oleh keinginan untuk menikmati kesenangan kerajaan, kita sudah bertekad membunuh sanak keluarga sendiri.

Lebih baik bagi saya kalau para putera Dhṛtarāṣṭra yang membawa senjata di tangan membunuh saya yang tidak membawa senjata dan tidak melawan di medan perang.

Sañjaya berkata: Setelah berkata demikian di medan perang, Arjuna meletakkan busur dan anak panahnya, lalu duduk dalam kereta. Pikiran Arjuna tergugah oleh rasa sedih.

---oOo---

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#030 Bhagawad Gita 18

KESEMPURNAAN PELEPASAN IKATAN Arjuna berkata: O Yang berlengan perkasa, hamba ingin mengerti tujuan pelepasan ikatan [tyāga] dan tingkata...